101 Perempuan Berkisah
101 Perempuan Berkisah merupakan buku antologi dengan banyak kisah para perempuan di sana. Buku yang merupakan proyek menulis yang digagas oleh team Women Script Community yang digawangi antara lain oleh Ibu Deka Amalia.
Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Prameswari Jakarta, cetakan pertama tahun 2013. Buku yang memuat 376 halaman ini tergolong cukup tebal. Dengan kaver yang didominasi warna pink, membuatnya buku ini terasa sangat perempuan.
Dalam buku ini, para perempuan berkisah tentang apa saja. Jika biasanya sebuah buku hanya menampilkan satu jenis tulisan, maka di buku ini ada empat yaitu puisi, opini, cerpen dan kisah inspirasi. Sangat menarik, bukan?
Lembaran kisah dimulai dengan sekumpulan puisi yang ditulis oleh 15 orang contributor. Berikutnya opini yang ditulis oleh 18 orang contributor, cerpen yang ditulis 28 kontributor dan kisah inspiratif yang ditulis oleh 42 kontributor.
Dalam antologi ini, saya mengambil bagian pada sesi kisah inspiratif. Kisah inspiratif yang saya angkat adalah kisah sahabat saya, seorang dokter yang sangat menginspirasi, penebar kebaikan dan kesholihan. Kisah yang dimuat pada urutan ke 87 di halaman 308.
Dokter Mirah, demikian saya menulis namanya dalam kisah ini adalah dokter yang sanga luar biasa. Dedikasinya sebagai seorang dokter yang mengabdi pada masyarakat tidak perlu diragukan. Kebaikannya sangat menginspirasi. Ketulusannya mengajarkan saya untuk senantiasa berbuat baik tanpa pamrih.
Pernah, di satu pengajian kami hadir bersama. Beliau berada tak jauh dari tempat dudukku. Saat materi sedang berlangsung, beredar map berisi permintaan sumbangan untuk salah seorang jamaah yang sedang mengalami cobaan. Terus terang, waktu itu saya merasa sedikit terganggu. Konsentrasi saya menyimak materi yang disampaikan ustadz mendadak buyar dengan kehadiran map yang disodorkan bergilir oleh orang yang berada di sampingku.
"Alhamdulillah, ada kesempatan berbuat baik lagi"
"PLAK!!!!!!"
Sebuah tamparan yang sangat hebat menghentakkanku. Pujian kesyukuran itu kudengar meluncur lirih dari mulut Dokter Mirah. Saat itu, saya memang tengah memerhatikan dokter tersebut. Entah mengapa, saya tiba-tiba ingin melihat reaksinya terhadap map berjalan tersebut.
Jangan ditanya betapa malunya hati ini pada diriku sendiri. Saya mengeluh sementara Dokter Mirah justru bersyukur. Ya Rabb, betapa nistanya diri ini......
Saat itu kecintaan dan kekagumanku pada sosok Dokter Mirah semakin menjadi. Terlebih kebaikan demi kebaikan terus ditebarkan dan dirasakan, tidak hanya oleh saya namun oleh banyak masyarakat yang pernah merasakan tangan dinginnya mengobati pasien.
Pada Dokter Mirah, jangan tanyakan berapa tarifnya karena yang ada beliau malah bertanya, "Adaji uang pulangta?" Artinya, apakah saya mempunyai ongkos pulang. Maklum, saya terkadang ke tempat praktik beliau yang sekaligus merupakan kediaman pribadinya menggunakan becak.
Pernah, usai memeriksa anak, beliau malah membekaliku dengan sembako. Ketika kutolak, beliau bilang kalau sembako itu bukan dari dia namun ada donatur yang meminta disampaikan kepada yang berhak.
Ah, banyak sekali kebaikan demi kebaikan yang telah diberikan Dokter Mirah. Karenanya, bukan satu kebetulan ketika di ujung usia, di saat maut memisahkan beliau dengan orang-orang yang sangat mencintainya, orang-orang yang hadir untuk menyampaikan doa dan menghantar kepergiannya untuk yang terakhir kalinya sangat banyak. Bahkan jalanan terasa sesak.
Terima kasih Dokter Mirah. Engkau telah mengajarkan banyak hal pada kami.











.jpg)


0 Comments:
Posting Komentar