Teman Terbaik Adalah Buku

Diary Emak Pelupa

 


Menulis buku antologi merupakan hobi yang beberapa waktu lalu dengan penuh semangat kugeluti. Alhamdulillah, sudah lahir puluhan buku antologi dengan berbagai genre, baik untuk kalangan dewasa maupun anak-anak.

Nah, salah satu antologi tersebut adalah buku ini yang berjudul Diary Emak Pelupa. Buku ini sebenarnya bukanlah buku baru. Kalau tidak salah ingat, buku ini diterbitkan pada Maret 2021 lalu dan diterbitkan oleh CV Future Business Machine Solusindo.

Dalam buku ini, saya menuliskan pengalaman saat menjalankan peran sebagai Emak di negeri jiran, Malaysia. Kisah selengkapnya bisa disimak berikut ini.

 

Balada Beras

Haeriah Syamsuddin

 

“Astaghfirullah, beras habis!” seruku dari dapur. Saat itu aku bersiap untuk memulai masak di dapur.

Duh, bagaimana aku bisa melupakan benda yang sangat penting itu. Tanpa beras, seenak apa pun hidangan yang kusajikan untuk makan malam, tentu takkan ada artinya.

“Beras habis? Kita makan apa dong?” rupanya si kecil Hilyah mendengarkan seruanku.

Hilyah memang ibarat bayangan, dia selalu ada di dekatku. Bahkan, terkadang aku tidak sadar kalau makhluk kecil yang kini berumur 6 tahun itu telah berada di sisiku. Saat aku berkeluh kesah, tiba-tiba saja celutukannya menghamburkan semua imajinasiku.

“Beras habis? Asyik, makan di luar lagi … ” kali ini si sulung yang berkomentar disusul teriakan setuju dari saudara-saudaranya yang lain. 

Ealah, Nak, ini bukan ajang pemilihan ketua RT. Kok pada voting, sih.


“Aku mau makan di Warung Tom Yam Marshima” kata si sulung.

“Aku mau di Kambing Bakar Ghongzhu” kata si nomor dua.

“Aku mau di Warung Syakeela” kata si nomor tiga.

“Aku ikut di Marshima” kata si nomor empat.

“Aku ikut di Ghongzhu!” kata si nomor lima.


Satu per satu anakku menyebutkan pilihan mereka. Semuanya adalah warung makan yang biasa kami datangi. Maklum, selama menetap di Malaysia, kami ikut “terkontaminasi” dengan kebiasaan orang Malaysia yang senang makan di luar. Ya, masyarakat di sini memang sering kali menghabiskan waktunya di warung makan. Tak heran, warung makan selalu terlihat penuh, terutama di jam-jam makan.

“Ini ada apa kok ribut-ribut?” seperti biasa, suamiku selalu telat meng-up date situasi di rumah. Kesibukannya di kantor, yang sering dibawanya berlanjut di rumah, membuatnya harus berkonsentrasi penuh menyelesaikan semua pekerjaan itu.

Dengan cepat Hilyah menjelaskan apa yang terjadi. Meski paling kecil, ia selalu merasa paling tahu kondisi di rumah. Maklum, aku dan Hilyah lebih sering berada di rumah karena suami dan anak-anakku yang lain setiap pagi beraktivitas di luar pagi hingga sore hari.

“Ya udah, kita makan di luar aja.” Putus suamiku kemudian yang langsung disambut gembira oleh kelima anakku.

Hore!!!!!

*

Besoknya, suami mengajakku berbelanja ke supermarket langganan kami. Kebetulan, saat itu hari libur sehingga anak-anak bisa diajak sekalian. Kami senang berbelanja di sini karena selain harganya lebih murah dibanding tempat lain, di sini juga sering kali menawarkan diskon untuk barang-barang tertentu. Namanya juga emak-emak, pastinya suka dengan diskonan. Namun, tidak hanya itu, barang-barang di supermarket ini juga lebih lengkap disbanding tempat lain. Kami pun bisa sekalian one stop shopping di tempat ini.

“Yah, catatan belanjanya kelupaan, padahal tadi Ummi taruh di atas meja biar gampang ngambilnya!” seruku di tengah perjalanan. Duh, kok bisa lupa sih, padahal tadi aku sudah menuliskan semua kebutuhan rumah tangga yang akan dibeli.

“Jadi bagaimana? Kita kembali untuk mengambil catatan itu?” tanya suamiku sembari melambatkan laju mobil.

“Hm, kayaknya gak usah deh. Insya Allah, Ummi ingat semuanya. Kan, Ummi yang catat tadi. Lagian, supermarketnya sudah di depan mata.”

“Jangan khawatir, Ummi. Nanti, Hilyah bantu ingatkan.” celutuk Hilyah dari belakang.

Tuh, kan, bayangan kecilku kembali menyelutuk. Hihihi.

Berbekal ingatan, aku mulai mengambil satu per satu barang kebutuhan yang stoknya habis atau mulai menipis. Sementara itu, suami dan anak-anakku berpencar mencari kebutuhannya masing-masing. Biasanya sih, pilihan mereka tidak jauh dari cemilan ini dan itu. Meski anak-anak bebas mengambil apa pun, tetap saja nanti pilihan mereka akan kami sortir. Maklum, anak-anak suka ngasal ngambilnya, padahal jajanan tersebut belum tentu sehat.

Alhamdulillah, acara belanja hari ini berjalan lancar, meski ada yang kurang puas karena cemilan pilihannya kena sortir. Namun, biasanya hal itu berlangsung tidak lama. Sampai rumah, anak-anak biasanya sudah lupa dengan kekesalannya.

Sementara itu, aku sudah merencanakan jenis makanan yang akan kupersembahkan untuk makan siang hari ini. Kebetulan, tadi aku membeli beberapa ekor ketam. Ketam adalah makanan kesukaan kami sekeluarga. Lagipula, sudah lama rasanya suami dan anak-anak tidak menikmati sajian kepiting tumis santan, kesukaan mereka. Hm, pastinya orang-orang terkasih itu akan makan dengan lahap. Terlebih, bila ketam tersebut disajikan dengan sepiring nasi hangat.

“Ups, nasi hangat?”

“Astaghfirullah, aku lupa membeli beras!” seruku tertahan, tetapi bisa didengar oleh seluruh yang ada di dalam mobil.

“Astaghfirullah, aku lupa mengingatkan Ummi!” balas Hilyah juga tertahan.

Mendadak kurasakan mobil melaju lebih pelan.

“Kok, bisa lupa, sih?” Suamiku terlihat kesal. Bagaimana tidak, supermarket yang tadi kami datangi sudah tertinggal jauh di belakang. Tinggal satu belokan lagi, kami sudah tiba di rumah.

Aku menjawab. Huhuhu, semua ini pasti gara-gara aku lupa membawa catatan yang

sebelumnya telah kupersiapkan sehingga semua jadi berantakan begini. Duh, aku kok pelupa banget, sih?

“Hah, lupa beli beras? Masa makan di luar lagi? Bosan, aku kangen masakan Ummi!” celoteh anak-anakku menanggapi apa yang terjadi.

Hikz, ucapan anak-anakku membuatku terharu sekaligus merasa sangat bersalah. Meski tak piawai memasak, Alhamdulillah, anak-anak selalu suka dengan masakan yang kusajikan.

Dan, aku tak banyak bicara ketika suami kemudian melewati perumahan kami. Aku tahu, suami akan ke minimarket yang berada di ujung jalan sana. Harganya memang sedikit lebih mahal, tetapi itulah opsi terbaik daripada harus kembali ke supermarket tadi.

“Ingat, beli beras. Be Ee eR Aa Ss, BERAS!” suami mengingatkan kembali sebelum aku masuk ke minimarket itu.

Hikz.

***

 

Profil Penulis

Haeriah Syamsuddin adalah seorang IRT dengan 5 orang anak yang lucu dan cerdas. Saat ini, penulis bermukim di Terengganu, Malaysia. Penulis telah menyukai dunia literasi sejak kecil dan saat ini telah menghasilkan beberapa buku, aktif sebagai blogger, dan menulis di beberapa media online serta tercatat sebagai kontributor tetap sebuah majalah dakwah.

 


0 Comments:

Posting Komentar