Teman Terbaik Adalah Buku

Keadilan Islam untuk Wanita

November 29, 2023 By No comments

 

 

Tak henti-hentinya usaha dan upaya musuh-musuh Islam untuk terus menerus berusaha mencela dan merendahkan ajaran Islam. Salah satu usaha tersebut adalah dengan memasuki ranah wanita muslimah. Dengan menggusung jargon emansipasi wanita, hak asasi manusia, dan beragam jargon propaganda lainnya mereka berusaha agar para muslimah menjauh dari agamanya. Mereka tahu betapa besarnya peranan seorang wanita baik dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat.


Para musuh islam senantiasa mencari celah agar bisa menunjukkan kepada dunia akan kelemahan agama Islam. Namun, semakin besar usaha mereka maka semakin besar pula tersibak hikmah-hikmah dari perintah-perintah Allah Subhanahu wa ta'ala kepada makhluk-Nya. Agama islam adalah agama yang sempurna. Boleh jadi ada yang beranggapan terjadi ketidakadilan pada salah satu perintah. Namun setelah mengetahu hikmah di balik perintah tersebut maka akan tersadarlah bahwa bukan perintah itu yang tidak sempurna namun kapasitas akal manusia yang belum mampu mencernanya.

 

Salah satu senjata yang sering ditodongkan kepada umat islam adalah perkara keadilan bagi wanita. Mereka sering mengatakan bahwa islam tidak adil kepada kaum wanita. Namun benarkah demikian? Tentu saja semua itu tidak benar. Selengkapnya bisa dilihat pada tulisan berikut. Tulisan yang dimuat di Majalah Sedekah Plus Edisi

 

KEADILAN ISLAM UNTUK WANITA

 

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Adil bukanlah sama rata sama rasa, setiap orang mendapatkan bagian yang sama.  Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan hak kepada pemiliknya. Karenanya umat islam pun diperintahkan untuk senantiasa berlaku adil pada siapapun.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)

 

Namun bagi sebagian orang yang ada penyakit di hatinya, mereka terus menerus mencari celah untuk menodai kemurniaan agama ini. Dengan mengedepankan hawa nafsu serta keterbatasan akal dan pikirannya, mereka menyebarkan tuduhan-tuduhan  yang justru menunjukkan kebodohan mereka. Mereka menuduh islam sebagai agama yang tidak adil, terutama menyangkut urusan wanita muslimah.

 

Tak heran bila kemudian mereka berupaya keras untuk melemahkan agama ini lewat pintu wanita. Mereka menyebarkan propaganda-propaganda sesat atas nama HAM maupun persamaan gender. Mereka berbuat seolah-olah ingin mengangkat harkat dan martabat muslimah namun sesungguhnya mereka tak ubahnya serigala berbulu domba. Bukan, bukan kemuliaan muslimah yang ingin mereka tegakkan. Namun mereka mengingikan muslimah terpuruk dalam jerat maut kesesatan. Dengan melemahnya muslimah maka agama ini akan turut melemah karena  muslimah adalah sosok penentu sebuah generasi.

 

Padahal adanya  perbedaan hukum syariat atas laki-laki dan perempuan justru  menunjukkan keadilan islam. Karena perbedaan inilah  yang kemudian melahirkan adanya penetapan hukum syariat yang berbeda antara pria dan wanita.  Hukum syariat ini tentu saja sejalan dengan fitrah dan kodratnya  keduanya.

 

Menyamaratakan  laki-laki dan wanita dalam segala hal sesungguhnya merupakan sebuah bentuk kedzaliman. Laki-laki dan wanita mempunyai banyak perbedaan terutama dari sisi penciptaannya. Maka tidaklah dapat diterima akal jika keduanya mendapatkan perlakuan yang sama. Inilah yang namanya adil, keadilan untuk semua.

 

Keadilan Untuk Wanita Dalam Hal Kepemimpinan

 

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An Nisa:34)

 

Ayat di atas menyebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin dan wanita adalah orang yang dipimpin. Sebagai pemimpin maka laki-laki harus dipatuhi dan sebagai yang dipimpin maka wanita harus mematuhi apa kata pimpinan (tentu saja selama semuanya tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya)

 

Kepemimpinan diletakkan pada pundak laki-laki dengan berbagai macam konsekuensi. Laki-laki bertanggung jawab untuk memberi nafkah, melindungi serta membimbing kaum wanita yang menjadi tanggung jawabnya.

 

Begitupun dengan wanita, mereka  diperintahkan untuk lebih banyak berdiam di rumah karena rumah adalah tempat terbaik baginya. Mengatur rumah tangganya, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dengan lebih banyak di rumah seorang wanita akan lebih terjaga kemuliaannya. Keadilan untuk wanita adalah, ketaatan mereka akan berbuah jannah. 

 

Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu).

 

Ada beberapa hikmah mengapa wanita terlarang untuk menjadi seorang pemimpin. Diantaranya sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits, “Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, 'Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita'. ” (HR. Bukhari)

 

Hikmah yang lain adalah  dikarenakan wanita itu  kurang akal dan agama sebagaimana disebutkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, “Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu diantara kalian wahai wanita.” (HR. Bukhari)

 

Para ulama menjelaskan makna kurang akal  adalah dari sisi penjagaan dirinya dan persaksian. Persaksian dua orang  wanita setara dengan seorang laki-laki. Dalam hal ini wanita  harus bersama wanita lainnya dan tidak bisa hanya sendiri. Sementara makna kurangnya agama adalah ketika wanita tersebut berada dalam kondisi haidh dan nifas maka  ia tidak dapat  menjalankan  shalat dan puasa. Maka disinilah letak kekurangan agamanya.

 

Selain itu wanita menurut  tabiatnya mempunyai sifat mudah putus asa dan sering terburu-buru mengambil sebuah keputusan sehingga cenderung berbuat kerusakan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, “Bersikaplah yang baik terhadap wanita karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun, jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka bersikaplah yang baik terhadap wanita.” (HR. Bukhari ).

 

Meski demikian, wanita tetap dapat menjadi seorang pemimpin yaitu di rumahnya sendiri. Di dalam rumahnya, seorang wanita adalah ratu dalam rumah tangganya. Ia adalah sang pemegang kendali. Di rumahnya ia berhak untuk menata rumahnya, memelihara dan mendidik anak-anaknya serta menjaga harta dan kemuliaan suaminya.

 

Kerjasama antara tugas laki-laki di luar rumah dan wanita di dalam rumah akan menghasilkan keharmonisan. Maka kebutuhan akan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sementara  perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki.

 

Keadilan Untuk Wanita Dalam  Adab dan Pergaulan

 

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb [33]: 59)

 

Di antara hukum syariat yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam berpakaian. Wanita diperintahkan untuk menutup tubuhnya kecuali beberapa bagian yang dibolehkan. Wanita juga diperintahkan untuk lebih banyak tinggal di rumah, tidak bercampur baur dengan kaum lelaki, merendahkan suaranya, menjaga pandangannya serta tidak memakai wewangian saat keluar rumah. “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzâb [33]: 33)

 

Aturan ini tidak berlaku bagi   kaum laki-laki.  Hikmahnya adalah agar kaum wanita  dapat selamat dari mata-mata khianat  dan   tidak menjadi fitnah bagi kaum lelaki. Wanita lebih terjaga diri dan kehormatannya sehingga kerusakan moral sebagaimana yang kini marak terjadi dapat ditanggulangi.

 

Keadilan Untuk Wanita Dalam Warisan

 

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu ; bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (An-Nisa’ : 11)

 

Ayat di atas menyebutkan bahwa dalam hal warisan, wanita hanya mendapat setengah dari bagian laki-laki. Lalu apakah ini lantas berarti islam tidak adil? Tunggu dulu, sekilas memang tampak seperti itu dan aturan inilah yang juga banyak dimanfaatkan oleh musuh-musuh islam untuk menjelekkan agama mulia ini.

 

Wanita mendapatkan pembagian warisan setengah dari bagian laki-laki memang benar adanya. Namun hal ini justru menunjukkan keadilan islam. Aturan warisan ini telah sesuai dengan kodrat laki-laki dan wanita.  Laki-laki berkewajiban memberi nafkah dan mencukupi semua kebutuhan istri dan anaknya. Hal ini berarti bahwa dalam harta warisan yang diperolehnya ada hak wanita (istri serta anak-anaknya)  yang menjadi tanggung jawabnya di sana. Itulah sebabnya bagiannya menjadi lebih besar.

 

Sementara pada  wanita, harta warisan tersebut menjadi haknya sepenuhnya. Bahkan ada beberapa keadaan yang apabila berlaku maka bagian harta warisan bisa sama atau bahkan lebih banyak dari laki-laki. Lalu dimana letak ketidakadilan islam?

 

Keadilan Untuk Wanita Dalam Hal Persaksian

 

" …Dan carilah dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantara) kalian. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan) dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya..." (QS. Al-Baqarah: 282)

 

Islam telah menetapkan bahwa persaksian seorang laki-laki sebanding dengan persaksian dua orang wanita. Salah satu hikmahnya adalah jika salah seorang dari saksi wanita itu lupa dengan persaksiannya maka wanita yang lainnya akan mengingatkannya.

 

Mengapa wanita harus diingatkan? Secara kodrati  wanita diciptakan dalam keadaan lemah termasuk lemah dalam hal mengingat.  Karena kelemahannya itulah maka persaksian  seorang wanita harus dikuatkan oleh wanita lainnya. Karena bisa jadi ia terlupa atau terlewatkan akan sesuatu. Atau bisa jadi ia melebih-lebihkan atau mengurangkan sebuah persaksian.  Selain itu wanita juga mudah menaruh belas kasihan serta adanya keterbatasan peran wanita dalam berbagai urusan.

 

Keadilan Untuk Wanita Dalam Hal Musyawarah

 

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al Mujâdilah [58]: 1)

 

Ayat di atas turun berdasarkan pengaduan seorang wanita atas masalah yang menimpanya. Dari langit ke tujuh, Allah subhanahu wata’ala langsung memberikan jawaban atas masalah tersebut. Di kesempatan yang lain, saat peristiwa Perjanjian Hudaibiyah saat para sahabat enggan menjalankan perintah Nabi maka saat itulah Ummahatul Mukminin, Ummu Salamah mengeluarkan pendapatnya. Rasulullah kemudian mengikuti pendapat tersebut hingga kemudian seluruh sahabat kemudian tersadar dan bersegera mengerjakan perintah Rasulullah.

 

Kedua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa wanita mempunyai hak untuk didengar keluhannya dan juga berhak untuk diambil pendapatnya. Tentu saja ini menjadi bukti bahwa islam mengakui keberadaan kaum wanita. Sesuatu yang mustahil terjadi sebelum datangnya islam. Saat kaum wanita dipandang sebagai makhluk kelas dua.

 

Secara umum,  dalam hal ibadah dan ketaatan, islam memberi perlakuan yang sama. Laki-laki yang melanggar aturan Allah akan mendapatkan dosa dan laki-laki yang mengerjakan ketaatan akan mendapatkan pahala. Hal yang sama juga berlaku bagi kaum wanita. Keduanya berhak atas surga jika beriman dan berhak dimasukkan ke neraka jika ingkar.

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)

 

Demikian beberapa keadilan islam terkait kaum wanita. Keadilan yang menunjukkan betapa berharganya kaum wanita dalam pandangan agama islam. Betapa Maha Adil nya Allah Subhanahu wata’ala pada makhluk yang bernama wanita.    Semoga kita, kaum wanita dapat menjadi sebaik-baiknya makhluk Allah dan mendapatkan ridho-Nya.

 

Aamiin.

                                                                      Wallahu a’lam bisshawab

 

 

 

 


0 Comments:

Posting Komentar